Rabu, 16 Februari 2011

Sistem Ekonomi Indonesia



I.PENDAHULUAN



Pancasila hampir-hampir tidak terdengar lagi. Seolah-olah orang Indonesia merasa tidak perlu Pancasila lagi sebagai ideologi negara. Tanpa suatu ideologi negara yang solid, suatu bangsa tidak akan memiliki pegangan, akan terombang-ambing tanpa platform nasional yang akan memecah-belah persatuan. Pancasila merupakan “asas bersama” (bukan “asal tunggal”) bagi pluralisme Indonesia, suatu common denominator yang membentuk kebersamaan.

Sistem Eknomi Pancasila pun hampir-hampir hilang dalam pemikiran ekonomi Indonesia. Bahkan demikian pula Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan ideologinya akan dihilangkan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 (terutama Ayat 1-nya) sudah dimulai sejak awal. Yang paling pertama dan monumental adalah perdebatan pada tanggal 23 September 1955 antara Mr. Wilopo, seorang negarawan, dengan Widjojo Nitisastro, mahasiswa tingkat akhir FEUI.

Di dalam perdebatan itu kita bisa memperoleh kesan adanya bibit-bibit untuk ragu meminggirkan liberalisme sebagai peninggalan kolonial serta menolak koperasi sebagai wadah kekuatan rakyat dalam keekonomian nasional, betapapun hanya tersirat secara implisit, dengan memadukan tujuan untuk mencapai “peningkatan pendapatan perkapita” dan sekaligus “pembagian pendapatan yang merata”, sebagaimana (tersurat) dikemukakan oleh Widjojo Nitisastro.

Di samping itu, menurut pendapatnya, Widjojo Nitisastro alpa memperhatikan judul Bab XIV UUD 1945 di mana Pasal 33 (dan Pasal 34) bernaung di dalamnya, yaitu “Kesejahteraan Sosial”, sehingga beliau terdorong untuk lebih tertarik terhadap masalah bentuk-bentuk badan usaha (koperasi, perusahaan negara dan swasta) daripada terhadap masalah ideologi kerakyatan yang dikandung di dalam makna “Kesejahteraan Sosial” itu. Akibatnya beliau alpa pula bahwa yang paling utama berkaitan dengan kesejahteraan sosial adalah “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak” (ayat 2 Pasal 33 UUD), di luar cabang-cabang produksi itu (ditegaskan Bung Hatta) swasta masih memperoleh tempat.

Sementara Mr. Wilopo menangkap ide kerakyatan dan demokrasi ekonomi (istilahnya: mengikuti jalan demokratis untuk memperbaiki nasib rakyat). Beliau mendukung agar negeri ini tidak berdasarkan konsep liberalisme ekonomi sebagai bagian dari pelaksanaan Asas-Asas Dasar (platforms) yang dianut oleh konstitusi kita (UUDS, pen.). Beliau mengatakan lebih lanjut bahwa “sejak semula sudah diakui bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang muncul dalam UUDS sebagai Pasal 38, memang sangat penting, karena dimaksudkan untuk mengganti asas ekonomi masa lalu (asas ekonomi kolonial, pen.) dengan suatu asas baru (asas ekonomi nasional, yaitu asas kekeluargaan, pen.).





II.SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA



SEJARAH PERKEMBANGAN

•1950-1959: SISTEM EKONOMI LIBERAL

(MASA DEMOKRASI LIBERAL)


•1959-1966: SISTEM EKONOMI ETATISME

(MASA DEMOKRASI TERPIMPIN)


•1966-1998: SISTEM EKONOMI PANCASILA

(DEMOKRASI EKONOMI)


• 1998-SEKARANG: SISTEM EKONOMI

PANCASILA (DEMOKRASI EKONOMI) YANG

DALAM PRAKTEKNYA CENDERUNG LIBERAL


SISTEM EKONOMI LIBERAL KAPITALIS





1. Pengertian.

Sistem ekonomi liberal kapitalis adalah sitem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk memperoleh laba.

Sistem perekonomian/tata ekonomi liberal kapitalis merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.

Dalam perekonomian liberal kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas.

2. Ciri-ciri.

Ciri-ciri dari sistem ekonomi liberal kapitalis antara lain :

a. Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.

b. Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.

c. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).

d. Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.

e. Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.

f. Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonom.

g. Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.

3. Keuntungan dan Kelemahan.

Sistem ekonomi liberal kapitalis selain memilki keuntungan juga mempunyai kelemahan, antara lain :

a. Keuntungan :

1) Menumbuhkan inisiatif dan kerasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari pemerintah.

2) Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.

3) Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.

4) Mengahsilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar masyarakat.

5) Efisiensi dan efektifitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari keuntungan.

b. Kelemahan :

1) Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat.

2) Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.

3) Banyak terjadinya monopoli masyarakat.

4) Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.

5) Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut.

4. Institusi-institusi dalam Ekonomi Liberal Kapitalis.

Ada lima institusi pokok yang membangun sitem ekonomi liberal kapitalis, yakni :

a. Hak kepemilikan.

Sebagian besar hak kepemilikan dalam sistem ekonomi liberal kapitalis adalah hak kepemilikan swasta/individu (private/individual property), sehingga individu dalam masyarakat liberal kapitalis lebih terpacu untuk produktif.

b. Keuntungan.

Keuntungan (profit) selain memuaskan nafsu untuk menimbun kekayaan produktif, juga merupakan bagian dari ekspresi diri, karena itu keuntungan dipercaya dapat memotivasi manusia untuk bekerja keras dan produktif.

c. Konsumerisme.

Konsumerisme sering diidentikkan dengan hedonisme yaitu falsafah hidup yang mengajarkan untuk mencapai kepuasan sebesar-besarnya selama hidup di dunia. Tetapi dalam arti positif, konsumerisme adalah gaya hidup yang sangat menekankan pentingnya kualitas barang dan jasa yang digunakan. Sebab tujuan akhir dari penggunaan barang dan jasa adalah meningkatkan nilai kegunaan (utilitas) kehidupan. Sehingga masyarakat liberal kapitalis terkenal sebagai penghasil barang dan jasa yang berkualitas.

d. Kompetisi.

Melalui kompetisi akan tersaring individu-individu atau perusahaan-perusahaan yang mampu bekerja efisien. Efisiensi ini akan menguntungkan produsen maupun konsumen, atau baik yang membutuhkan (demander) maupun yang menawarkan (supplier).

e. Harga.

Harga merupakan indikator kelangkaan, jika barang dan jasa semakin mahal berarti barang dan jasa tersebut semakin langka. Bagi produsen, gejala naiknya harga merupakan sinyal untuk menambah produksi agar keuntungan meningkat.

5. Sejarah dan Perkembangan.

Sistem ekonomi liberal kapitalis lebih bersifat memberikan kebabasan kepada individu/swasta dalam menguasai sumber daya yang bermuara pada kepentingan masing-masing individu untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya paham individualisme dan rasionalisme pada zaman kelahiran kembali kebudayaan Eropa (renaisance) pada sekitar abad pertengahan (abad ke-XVI). Yang dimaksud dengan kelahiran kembali kebudayaan Eropa adalah pertemuan kembali dengan filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan modern setelah berlangsungnya Perang Salib pada abad XII – XV. Cepat diterimanya kebudayaan Yunani oleh ilmuwan Eropa tidak terlepas dari suasana masa itu, dimana Gereja mempunyai kekuasaan yang dominan sehingga berhak memutuskan sesuatu itu benar atau salah. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk mencari alternatif diluar Gereja. Dalam hal ini filsafat Yunani yang mengajarkan bahwa rasio merupakan otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran, sangat cocok dengan kebutuhan ilmuwan Eropa waktu itu.

Pengaruh gerakan reformasi terus bergulir, sehingga mendorong munculnya gerakan pencerahan (enlightenment) yang mencakup pembaruan ilmu pengetahuan, termasuk perbaikan ekonomi yang dimulai sekitar abad XVII-XVIII. Salah satu hasilnya adalah masyarakat liberal kapitalis.

Namun gerakan pencerahan tersebut juga membawa dampak negatif. Munculnya semangat liberal kapitalis membawa dampak negatif yang mencapai puncaknya pada abad ke-XIX, antara lain eksploitasi buruh, dan penguasaan kekuatan ekonomi oleh individu. Kondisi ini yang mendorong dilakukannya koreksi lanjutan terhadap sistem politik dan ekonomi, misalnya pembagian kekuasaan, diberlakukannya undang-undang anti monopoli, dan hak buruh untuk mendapatkan tunjangan dan mendirikan serikat buruh.

a. Sistem liberal kapitalis awal/klasik.

Sistem ekonomi liberal kapitalis klasik berlangsung sekitar abad ke-XVII sampai menjelang abad ke-XX, dimana individu/swasta mempunyai kebebasan penguasaan sumber daya maupun pengusaan ekonomi dengan tanpa adanya campur tangan pemerintah untuk mencapai kepentingan individu tersebut, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai ekses negatif diantaranya eksploitasi buruh dan penguasaan kekuatan ekonomi. Untuk masa sekarang, sitem liberal kapitalis awal/klasik telah ditinggalkan.

b. Sistem liberal kapitalis modern.

Sistem ekonomi liberal kapitalis modern adalah sistem ekonomi liberal kapitalis yang telah disempurnakan. Beberapa unsur penyempurnaan yang paling mencolok adalah diterimanya peran pemerintah dalam pengelolaan perekonomian. Pentingnya peranan pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pengawas jalannya perekonomian. Selain itu, kebebasan individu juga dibatasi melalui pemberlakuan berbagai peraturan, diantaranya undang-undang anti monopoli (Antitrust Law). Nasib pekerja juga sudah mulai diperhatikan dengan diberlakukannya peraturan-peraturan yang melindungi hak asasi buruh sebagai manusia. Serikat buruh juga diijinkan berdiri dan memperjuangkan nasib para pekerja. Dalam sistem liberal kapilalis modern tidak semua aset produktif boleh dimiliki individu terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak, pembatasannya dilakukan berdasarkan undang-undang atau peraturan-peraturan. Untuk menghindari perbedaan kepemilikan yang mencolok, maka diberlakukan pajak progresif misalnya pajak barang mewah.

Negara-negara yang menganut sistem ekonomi liberal kapitalis modern antara lain :

1) Di benua Amerika, antara lain Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brasil, Chili, Kuba, Kolombia, Ekuador, Kanada, Maksiko, Paraguay, Peru dan Venezuela.

2) Di benua Eropa, sebagian besar menganut sistem ini antara lain Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cekoslovakia, Denmark, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris.

3) Di benua Asia, antara lain India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, Turki, Malaysia, Singapura.

4) Kepulauan Oceania, antara lain Australia dan Selandia Baru.

5) Di benua Afrika, sistem ekonomi ini terbilang masih baru. Negara yang menganut antara lain Mesir, Senegal, Afrika Selatan.



SISTEM EKONOMI SOSIALIS (ETATISME) :

SISTEM EKONOMI YANG SELURUH KEGIATAN EKONOMINYA DIRENCANAKAN, DILAKSANAKAN, DAN DIAWASI OLEH PEMERINTAH SECARA TERPUSAT

CIRI-CIRI:

•ALAT-ALAT DAN FAKTOR

PRODUKSI DIKUASAI NEGARA

•KEGIATAN EKONOMI

SEPENUHNYA DIATUR NEGARA

•HARGA BARANG/JASA

DITENTUKAN PEMERINTAH



•HAK MILIK PERORANGAN TIDAK

DIAKUI

MISAL: KUBA, KOREA, EROPA TIMUR, RRC


III.KESIMPULAN

kesalahan utama kita dewasa ini terletak pada sikap Indonesia yang kelewat mengagumi pasar-bebas. Kita telah menobatkan Pasar-bebas sebagai berdaulat, mengganti dan menggeser kedaulatan rakyat. Kita telah menobatkan pasar sebagai berhala baru.

Kita boleh heran akan kekaguman ini, mengapa dikatakan Kabinet harus ramah terhadap pasar, mengapa kriteria menjadi menteri ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar. Bahkan sekelompok ekonom tertentu mengharapkan Presiden Megawati pun harus ramah terhadap pasar. Mengapa kita harus keliru sejauh ini.

Mengapa tidak sebaliknya bahwa pasarlah yang harus bersahabat kepada rakyat, petani, nelayan, dst dst. 1)

1) Mengapa pasar di Jepang dapat diatur bersahabat dengan petani Jepang, sehingga beras di Jepang per kilo yang mencapai harga rupiah
sebesar Rp. 30.000,- para importir Jepang tidak mengimpor beras murah dari luar negeri. Mengapa pula kita harus �memperpurukkan� petani-petani
kita, justru ketika kita petani sedang panen padi, kita malah mengimpor beras murah dari luar negeri?

Siapakah sebenarnya pasar itu? Bukankah saat ini di Indonesia pasar adalah sekedar (1) kelompok penyandang/ penguasa dana (penerima titipan dana dari luar negeri/komprador, para pelaku KKN, termasuk para penyamun BLBI, dst); (2) para penguasa stok barang (termasuk penimbun dan pengijon); (3) para spekulan (baik di pasar umum dan pasar modal); dan (4) terakhir adalah rakyat awam yang tenaga-belinya lemah. Pada hakekatnya yang demikian itu ramah kepada pasar adalah ramah kepada ketiga kelompok pertama sebagai pelaku utama (baca: para penguasa pasar dan penentu pasar).

Oleh karena itu pasar harus tetap dapat terkontrol, terkendali, not to fully rely-on, 2) tetapi sebaliknya pasarlah, sebagai �alat� ekonomi, yang harus mengabdi kepada negara. Adalah kekeliruan besar menganggap pasar sebagai �omniscient� dan �omnipotent� sehingga mampu mengatasi ketimpangan struktural. Adalah naif menganggap �pasar bebas� adalah riil. Lebih riil sebagai kenyataan adalah embargo, proteksi terselubung, unfair competition, monopoli terselubung (copyrights, patents, intellectual property rights), tak terkecuali embargo dan economic sanctions sebagai kepentingan politik yang mendominasi dan mendistorsi pasar.



2) Lihat Sri-Edi Swasono �Pasar-Bebas yang Imajiner: Distorsi Politik dan Pertentangan Kepentingan Internasional�, Mimeo, Kantor Menko Ekuin, 21
Maret 1997.

Apabila pasar tidak dikontrol oleh negara, apabila asar kita biarkan bebas sehingga pasar-bebas kita jadikan �berhala� dan kita nobatkan sebagai berdaulat, maka berarti kita membiarkan pasar menggusur kedaulatan rakyat. Undang-Undang Dasar 1945 jelas menegaskan rakyatlah yang berdaulat, bukan pasar.

Demikian itulah, apabila kita ingin mempertahankan kedaulatan rakyat, maka Pasal 33 UUD 1945 hendaknya tidak dirubah, �usaha bersama� dan �asas kekeluargaan� adalah kata-kata dan makna mulia yang harus tetap dipertahankan. Menghilangkan �usaha bersama� dan �asas kekeluargaan� bisa diartikan sebagai mengabaikan nilai-nilai agama, mengabaikan moralitas ukhuwah di dalam berperikehidupan yang menjadi kewajiban agama.

�Kesejahteraan Sosial� sebagai jugul Bab XIV UUD 1945 pun tidak perlu dirubah atau diganti dengan memasukkan perkataan �Ekonomi�, sebab �ekonomi� adalah derivat atau alat untuk mencapai �kesejahteraan sosial� itu.